Mantan PMI Dan Kuli, Yang Kini Berubah Haluan Menjadi CEO Di Jepang

Rumah Migran
4 min readApr 28, 2021

--

Illustrasi Mahmudi Fukumoto, dari seorang mantan Kuli di Jepang menjadi seorang CEO sukses (Image: iStock/jharismoyo.wordpress.com)

PMI Purna Jepang Sukses; Pekerja Migran Indonesia (PMI) pun bisa menjadi sukses usai purna dari pekerjaannya. Salah satunya adalah dengan berwirausaha.

Namun tentunya perlu tekad kuat dan kerja keras untuk menjadi wirausahan sukses. Salah satunya Mahmudi Fukumoto, PMI purna Jepang yang sukses menjadi seorang bos perusahaan, padahal sebelumnya ia hanyalah seorang kuli bangunan.

Illustrasi kota di Jepang (Image: iStock)

Pria yang bernama asli Mahmudi, asli Jawa Timur asal desa di perbatasan Tulung Agung dan Blitar tersebut awalnya berangkat ke Jepang sebagai kenshusei, yaitu pekerja magang. Dulu ketika menjadi kenshusei, ia pernah terpikir pulang ke Indonesia.

“Rencananya sih, mau kawin dengan gadis Jawa dan berdagang kecil-kecilan. Tapi, baru saja mau melamar sang gadis, sudah ditolak duluan,”kisahnya.

Sehingga dia pun kembali lagi ke Tokyo, dan terpikat seorang gadis Jepang bernama Noriko Fukumoto. Mahmudi pun nekat melamarnya. Namun tak disangka-sangka gadis itu mau.

Illustrasi pernikahan di Jepang (Image: iStock)

“Kawinnya sesuai tradisi Jepang. Saya hanya didampingi teman-teman di sini. Gak ada keluarga yang datang, karena ongkosnya mahal. Lalu karena saya gak punya family name. Saya ngomong dengan mertua, lalu diberi family name, Fukumoto. Maka jadilah dia Mahmudi Fukumoto,” kata Mahmudi dikutip dari Akarpadi News.

Usai menikah, Mahmudi tinggal di rumah mertuanya. Karena tak ingin merepotkan mertua, maka ia mencari pekerjaan apa saja termasuk menjadi cleaning service dan kuli bangunan.

Tak disangka di tempatnya bekerja sebagai kuli bangunan, ia berkawan akrab dengan seoran jepang mantan bos perusahaan yang bangkrut yang akhirnya bekerja jadi kuli. Dari sanalah ide untuk membangun perusahaan muncul.

Mahmudi menambahkan nama Fukumoto supaya mempermudah pengurusan izin-izin di Jepang (Image: Dhimas.id)

Karena sudah menikah, Mahmudi pun berpikir ingin menjadi seorang pebisnis dan tak lagi hanya sebagai pekerja saja. Sehingga, berbekal tabungan sekitar Rp300 juta, dia mulai bisnisnya sebagai supplier konstruksi. Keihin Network Solution (KNS), namanya. “Saya mesti bersaing dengan orang Jepang, saya sudah bertekad. Tapi tidak mudah,” ujarnya.

Awalnya Mahmudi cukup terkendala karena tidak memilki family name, sehingga beberapa orang Jepang kurang percaya dengan bisnisnya. Namun usai diberi family name mertuanya, dengan kepercayaan, profesionalisme, dan kualitas, dia konsentrasi ke bisnisnya.

Mahmudi bertekad harus memenangkan kompetisi, bahkan dengan pengusaha Jepang sendiri. “Orang Jepang, kan berpegang pada tiga hal itu, termasuk disiplin. Alhamdulillah, berhasil. Akhirnya saya mendapatkan beberapa proyek,” jelasnya.

Relasinya kini dari mulai pejabat hingga para Advokat (Image: www.kai.or.id)

Mahmudi juga menerapkan prinsip budaya Jepang tentang efektivas dan efisiensi bisnis. Termasuk berhati-hati dan konsisten menjaga kepercayaan, janji, dan kesepakatan yang tertera di dalam kontrak.

“Saya jaga betul supaya tidak meleset. Alhamdulillah bisa dapat beberapa pekerjaan pada proyek pembangunan kilang pengolah minyak mentah dan gas, jembatan, gedung, dan pipa di laut,” ungkapnya.

Karena bisnisnya sudah berkembang. Mahmudi sendiri yang menjamin, para mantan kenshusei dan mahasiswa Indonesia yang sedang studi di Jepang, bekerja sesuai dengan standar Jepang di perusahannya.

Tak hanya orang Indonesia, Mahmudi juga mempekerjakan orang Jepang dan Indonesia. “Pernah juga saya pake orang Bangladesh dan Korea, tapi tidak cocok dengan budaya di sini, saya berhentikan,” ungkapnya.

Mahmudi bersama kedua puterinya (Image: bocahbancar.wordpress.com)

Mahmudi juga merekrut para profesional di bidang konstruksi dari beragam keahlian. Seperti profesional las, kayu, batu, pipa, dan lainnya Para profesional, itu dia rekrut dengan gaji sekitar Rp20 juta sampai Rp30juta sebulan.

Setelah sukses, Mahmudi juga bertekad membantu orang lain, sesama kenshusei. Tak hanya di Jepang, bahkan di Korea Selatan.“Saya ingin lebih banyak lagi mantan kenshusei yang sukses berwirausaha, baik di Jepang maupun di Indonesia,” terangnya.

Utamanya pada orang-orang yang juga ingin menjadi PMI purna baaik di Jepang atau luar Jepang yang ingin sukses seperti dirinya.

--

--

Rumah Migran
Rumah Migran

Written by Rumah Migran

Media Informasi Pekerja Migran Indonesia

No responses yet